Sudah 3 tahun saya gak bisa bilang Happy Fathers Day ke Papa. Beliau meninggal bulan Desember 2009 karena komplikasi stroke yang diderita selama 6 bulan. Kenangan saya dengan beliau kayaknya lebih banyak serunya waktu saya masih kecil. People said I was Daddy's Girl. Anak kesayangan Papa. Dulu sering jalan-jalan berdua, cerita-cerita, and he was the best story-teller.
Papa adalah orang yang tegas dan disiplin, something he picked up from military school. Suaranya keras dan lantang, Speak up! that's what he always say. Gak ada kata menye-menye atau manja-manja. Papa mengajarkan semua itu karena ingin anaknya tegas, berani dan mandiri. Sayangnya, semua ajaran beliau baru bisa saya mengerti sekarang.
Dulu yang saya tahu cuma Papa itu galak. Papa ga suka kalau saya main/bergaul sama teman-teman saya. Tumbuh remaja, hubungan saya dengan Papa merenggang. Komunikasi kami menurun, digantikan tembok tinggi namanya ego. Kami sudah gak pernah ngobrol lagi, padahal mungkin kalau saya dulu 'berani' menjelaskan dan mengajak papa bertukar pikiran, mungkin kami bisa lebih mengerti keinginan masing-masing.
'Mingkem'nya saya sebenarnya bukan tanpa alasan. Tapi beberapa kali saya berusaha curhat tanggapan beliau gak seperti yang saya bayangkan. Mostly defensive, dan ujungnya jadi marah-marah. Saya ini orangnya kapokan. Kalau beberapa kali dicoba masih mentok (dan cenderung malah diomelin), saya pasti mengkeret. Ujungnya jadi ah udah lah males ngomong. Saya pun jadi terbiasa untuk diam, komunikasi jarang terjadi. Hubungan dengan papa jadi ga seru lagi.
Sekarang saya udah jadi istri dan ibu. Saya gak mau punya hubungan gak seru dengan suami atau anak saya. Saya mau saya bisa terbuka, bisa ngobrol, dan curhat saat ada masalah tanpa merasa dihakimi. Karena bagaimanapun juga anak dan suami adalah orang yang akan menemani saya sampai pada akhirnya..
 |
| Dad, Mom, mba Nita, Maskel |
 |
| Agung, Nia, Agni |
No comments:
Post a Comment